Senin, 06 Januari 2014

Artikel Jurnalistik

 
Acara “Rembug Jogja” untuk melengkapi HUT Yogyakarta, Dianggap Mirip Penyuluhan.

Bertepatan dengan hari  jadinya yang ke 256, Perayaan HUT Yogyakarta dilengkapi dengan Acara rembug Jogja. Acara rembug Jogja diadakan di nDalem Sompilan, Jl. Ngasem 12 Yogyakarta. Pada Rabu malam 10 Oktober 2012. Rembug Jogja diisi oleh Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, dan pembicara lain termasuk Yuwono Sri Suwito yang merupakan budayawan yang berasal dari Yogyakarta. Acara ini terbuka untuk siapapun, termasuk warga luar kota yang datang ataupun mereka yang berada di luar kota dapat ikut berperan aktif menyampaikan kritik dan saran atau aspirasi kepada Pemerintah Kota Yogyakarta melalui jejaring sosial. Masyarakat dapat langsung menyampaikan masukan melalui obrolan dalam Twitter menggunakan hastag #rembugjogja. Tetapi acara Rembug Jogja diwarnai berbagai kicauan sinis dalam Twitter, di tengah acara yang dimulai pukul 19.00 dan berakhir pukul 22.00 ini, banyak kicauan di Twitter mengeluhkan tentang acara yang di gelar. Padahal setiap kicauan dalam Twitter yang menggunakan hastag #rembugjogja ditampilkan di layar besar, dan dapat dibaca oleh para masyarakat yang hadir dalam acara tersebut. “Rembug Jogja malah mirip seminar, kok malah orasi kebudayaan. Rembug jogja jangan lama-lama orasi politik.” Begitulah kicauan dari pemilik akun Twitter @Sulthan_01 sekitar pukul 22.00. Personel ERWE band, Djati Pambudi Wibowo ikut menyampaikan aspirasinya. Ia menyatakan cukup kecewa atas keseluruhan acara yang digelar.
Selama tiga jam mengikuti gelaran Rembug Jogja, aspirasinya mengenai penolakan penghapusan Sego Segawe hanya mendapatkan tanggapan singkat dari Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. Menurutnya, acara yang seharusnya bisa menampung lebih banyak masukan dari masyarakat justru didominasi oleh pandangan sepihak dari satu dua narasumber sehingga malah mirip penyuluhan. “Acara ini seharusnya bisa menciptakan kemesraan antara rakyat dan pemerintah, dan lebih fokus pada masukan-masukan dari rakyat”, tegasnya seusai acara. Meski sempat menuai banyak kicauan negatif, pria yang akrab disapa wowok ini tetap mengapresiasi dan menghargai usaha Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mendengarkan suara rakyatnya. Namun ia berharap, acara serupa bisa terus digelar untuk menjaring lebih banyak aspirasi masyarakat. Ia sendiri berkomitmen akan terus memanfaatkan social media sebagai media dalam menyampaikan kritik dan saran bagi Yogyakarta. “Daripada turun ke jalan, social media bisa menjadi media untuk menyampaikan pesan damai,”. Tekannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar